Rabu, 27 Februari 2013

Mimpi Buruk Membuat Seseorang Meninggal Dalam Tidur


Penyakit "sindrom kematian tiba-tiba tak terduga di malam hari" (SUNDS) sangat menakutkan. Penyakit ini menyerang pria dan wanita muda, bahkan membuat orang takut tidur.
 
Asisten profesor kardiologi di Baylor College of Medicine di Houston Matteo Vatta mengatakan,"SUNDS merupakan penyakit genetik yang membuat tubuh gagal mengkoordinasikan sinyal listrik yang menyebabkan jantung berhenti."Penyakit ini menyerang orang dewasa muda, terutama keturunan Asia Tenggara."Jantung bisa normal selama beberapa waktu, kemudian berhenti mendadak,"kata Vatta. Biasanya, jantung berhenti di malam hari dan di Asia Tenggara menyebabkan lebih banyak kematian di antara laki-laki muda dibanding kecelakaan mobil. Kematian terjadi pada malam hari karena jantung berdetak lebih lemah ketika orang tidur, kata Vatta. Ketika jantung melambat saat tidur, masalah listrik yang menyebabkan SUNDS menjadilebih jelas, menyalip kemampuan tubuh mengatur jantung sendiri dan menjadikan jantung kejang mematikan.
   Terdapat beberapa teori yang menghubungkan SUNDS dengan stres yang disebabkan oleh mimpi buruk. Penelitian ilmiah menunjukkan adanya hubungan antara kematian SUNDS dan isi mimpi. Saat ini, tak ada pengobatan efektif untuk SUNDS. Tak ada alasan jelas mengapa cenderung mempengaruhi orang Asia Tenggara dibanding kelompok lain. Sindrom ini sangat sulit dideteksi, bahkan dengan membaca elektrokardiograf sekalipun, kata Vatta. Dokter di AS dan Eropa pertama kali mengetahui penyakit ini dari pengungsi yang melarikan diri dari Perang Vietnam. Pengungsi mulai menetap di AS pada akhir 1970-an dan awal 1980-an dan memunculkan cerita misterius pria sehat Asia Tenggara mati dalam tidur dan menyebabkan mereka takut untuk tidur.

Ternyata di Indonesia juga ada Suku Kanibal


Pemakan daging manusia atau lebih sering disebut kanibal, banyak terdapat hampir diseluruh dunia pada zaman duluhingga memasuki abad ke 20. Sebut sajasuku Maori di Selandia Baru, suku Indian di kepulauan Karibia, suku Kulina di daerah Sungai Amazon Brazilia, yang kemungkinan besar masih ada sampai sekarang. Alasan mereka memakan sesama manusia adalah karena ritual, kebanggaan dan alasan kesehatan serta kekuatan. Dipercaya, ketika suku mereka menang dalam berperang, maka lawan yang tertangkap dan masih hidup kemudian mereka siangi / di kuliti hidup-hidup, kemudian dibakar atau di rebus, lalu mereka makan ramai-ramai dalam sebuah upacara ritual, sedangkan tengkorak kepalanya mereka taruh di sebuah tempat sebagai tanda kemenangan.
Lalu, bagaimanakah dengan suku-suku di Indonesia, adakah suku kanibal di bumi nusantara ini, jawabannya adalah ada. Berikut ini adalah beberapa suku di Indonesia yang melakukan praktek kanibalisme.


1. Suku Korowai di Papua.
Suku ini mendiami dataran rendah di sebelah selatan Papua, hidup di sepanjang aliran sungai dan rawa-rawa. Suku Korowai, seperti suku-suku di Papua kebanyakan, hidup nomaden atau berpindah-pindah serta mengandalkan hidupnya dari alam. Karena daerahnya yang cukup subur, menjadikan mereka harus sering berperang dengan suku lain. Dalam berperang, mereka kerap menggunakan racun pada anak panah dan mata tombak yang kebanyakan mereka buat dari tulang berulang. Kebiasaan mereka memakan daging manusia bukan secara sembarangan, tetapi karena korban kerap melakukan pelanggaran adat, kemudian ditangkap dan diadili, setelah diputuskan bersalah maka korban akan di ritualkan dan dimakan bersama-sama. Keberadaan mereka masih ada hingga saat ini.


2. Suku Tolai di Papua.

Walaupun sebagian besar dari mereka hidup di Papua New Guinea, tapi ada sebagian kecil yang hidup di perbatasan Papua wilayah Indonesia. Mereka diketahui melakukan kanibalisme ketika warga suku Tolai modern meminta maaf kepada pemerintah Papua New Guinea atas pembunuhan dan kanibalisme yang dilakukan oleh nenek moyang mereka kepada misionaris Inggris pada abad ke 19 dan pada tahun 1978 mereka membunuh menteri dan tiga orang guru dari negara Fiji, yang kemudian dimasak dan dimakan beramai-ramai.


3. Suku Dayak Punan.

Walaupun sebagian besar dari mereka sudah hidup secar modern, tapi berdasarkan cerita bahwa nenek moyang mereka dahulu tidak tabu untuk memakan daging manusia, sampai pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1970an melarang dengan turun langsung ke lapangan. Suku Dayak Punanhidup di daerah kalimanatan Barat, kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, hidup di sepanjang aliran sungai dan sering berpindah-pindah. Dahulu mereka sangat jago dalam berperang dan selalu menebas kepala musuhnya, hingga dikenal istilah "Ngayau" atau"Head Hunter". Dari riset terkini, ternyata suku punan yang primitif masih ada dan terlihat di goa-goa pedalaman rimba hutan Kalimantan.

Itu adalah beberapa suku kanibal di Indonesia, walaupun menurut catatan sejarah, bahwa 75 persen suku di nusantara adalah kanibal pada zaman dulu, tetapi kini mereka telah punah atau meninggalkan kebiasaan lamanya, yaitu memakan daging manusia.

KYAI HAJI SAMANHOEDI, PAHLAWAN KEMERDEKAAN Kaya tetapi tidak memiliki rumah Kekayaannya habis untuk berjuang melawan penjajah


         Pada era 1900-an, Kyai Samanhoedi sudah menjadi orang yang terpandang dan kaya raya. Perusahaan batik yang dirintis dari kampung Laweyan Solo dapat berkembang pesat, mempunyai cabang di Surabaya, Banyuwangi, Bandung dan Tasikmalaya. Bahkan sudah sampai ke Negeri Belanda. Pada mulanya memang hanya membuat batik tulis halus asli buatan tangan yang menggunakan canthing itu. Dikarenakan batik halus asli itu pembuatannya membutuhkan waktu yang relatif lama, sedangkan kebutuhan pasar membanjir, maka muncullah ide. Bagaimana caranya memproduksi batik dengan cara yang lebih cepat dan mutunya tetap disukai pasar? Akhirnya untuk mengatasi hal itu dilakukan dengan memproduksi batik dengan teknik batik cap. Cara ini bisa memproduksi batik secara besar-besaran, untuk mencukupi pesanan dari berbagai cabang-cabang yang tersebar di Jawa Timur sampai Jawa Barat, hingga sampai wilayah Hindia Belanda.

Haji Samanhoedi Pahlawan Kemerdekaan Nasional
            Siapakah pengusaha batik yang memunculkan adanya Revolusi Batik dan kaya raya dari Laweyan Solo tadi?  Beliau adalah Haji Samanheodi sang pahlawan kemerdekaan nasional. Ditetapkan dengan Kepres Presiden Soekarno Nomor 540 tanggal 29 Nopember 1961. Lalu, bagaimana bisa pengusaha batik secara tiba-tiba menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional? Berikut Ceritanya : Memang Haji Samanhoedi disamping mempunyai filing bisnis yang kuat dan sukses, ternyata juga mempunyai jiwa seorang pejuang. Ketika usaha batiknya mengalami masa kejayaan, terkenal sampai ke luar negeri. Haji Samanhoedi mendirikan sebuah organisasi yang dirintis dari perkumpulan “Rondha Kampung” yang bernama “Reksa Rumeksa” hingga menjadi organisasi dengan nama Sarekat Islam (SI) atau ada yang menyebut dengan SDI (Sarekat Dagang Islam) tahun 1912. Pada saat itu usia Haji Samanhoedi adalah 34 tahun, lahir di Laweyan Solo tahun 1868.

Dalam Pengawasan Pihak Belanda
            SI berkembang dengan pesat meskipun pada saat itu masih Indonesia masih terjajah. SI sudah berani mengadakan konggres I (di Solo tanggal 25 Maret 1913), Haji Samanhoedi terpilih menjadi Ketuanya. Dengan 48 cabang di berbagai kota, satu cabang memiliki anggota kurang lebih 200.000 orang bertuliskan aksara Jawa. Dengan maksud agar sulit dibaca oleh kaum penjajah. Sarekat Islam semakin pesat, Haji Samanhoedi juga sering bertemu dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia seperti Haji Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, H.O.S. Tjokroaminoto, dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya. Disini, Haji Samanhoedi mengajak kaum pribumi untuk bersatu, berjuang bersama melawan penjajah, menuju Indonesia yang merdeka. Seiring dengan berjalannya waktu, lama-kelamaan aksi provokasi ini diketahui oleh Belanda. Pada saat itu Gubernur General Belanda William Frederick Idenburg (1909-1916) memerintahkan supaya SI-SI cabang mendirikan AD/ART sendiri-sendiri (local) pisah dengan AD/ART SI pusat yang ada di Solo. Dengan demikian gerak gerik SI dapat dikontrol oleh Belanda. Usaha dari Belanda pun berhasil, terjadi perpecahan antara CSI (Central Sarekat Islam) dan SI-SI lokal. SI lokal akhirnya dapat dikendalikan oleh Belanda.

Bintang Maha Putera dari Bung Karno
            Untuk menghormati jasa dan perjuangan Haji Samanhoedi dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi melalui organisasi. Pemerintah telah memberikan penghargaan Bintang Maha Putra kepada Haji Samanhoedi yang diberikan langsung oleh Presiden Soekarno, di Istana Merdeka Jakarta pada tanggal 15 Februari 1960, diterima oleh wakil keluarga Haji Samanhoedi yaitu Soekamto Samanhoedi, putera dari Kyai Haji Samanhoedi.

Hadiah berupa rumah dari Bung Karno
            Meskipun Haji Samanhoedi dengan usaha dagangnya yang sukses, tetapi beliau tetap menjadi pribadi yang sederhana. Suka membantu terhadap siapa saja yang membutuhkan. Uang hasil usahanya sedikit demi sedikit habis hanya untuk membiayai perjuangannya, untuk dana driah, Haji Samanhoedi merupakan pribadi yang dermawan, berjiwa sosial tinggi dan tidak ingin melihat bangsanya sengsara. Hingga akhirnya hartanya ludes sampai tidak punya tempat tinggal. Melihat kondisi ini, Bung Karno tergerak untuk memberikan hadiah rumah hasil rancangannya sendiri kepada Haji Samanhoedi, sebagai perintis kemerdekaan yang bertempat di Kampung Laweyan Solo.
            Disini ada tamabahan sedikit mengenai pengalaman Haji Samanhoedi ketika pergi Haji tahun 1904. Wiryowikoro (nama dari beliau sebelum naik haji) ketika berada di Jeddah setelah dari Mekkah, bermimpi lidahnya menjadi panjang hingga membelit seluruh dunia. Menurut ahli tafsir, mimpi yang diceritakan oleh Haji Samanhoedi, memberikan petunjuk bahwa nantinya Kyai Haji Samnhoedi akan menjadi pemimpin yang berpengaruh di negaranya.
            Berikut biografi singkat dari Kyai Haji Samanhoedi : Lahir di Solo tahun 1868. Pendidikan : Madrasah (SR) 6 tahun, mengaji di pesantren Sidosermo Surabaya. Umur 13 tahun HIS di Madiun. Wafat di Klaten 28 Desember 1956 dan dimakamkan di Kampung Mbanaran, Laweyan, Sukoharjo.

Selasa, 26 Februari 2013

"Herek" teman setia Petani


          Padi merupakan makanan pokok dari masyarakat Indonesia, begitu juga dengan masyarakat di kabupaten Pacitan. Luasnya lahan pertanian membuktikan bahwa sebagian besar masyarakatnya banyak yang terjun di bidang pertanian. Sama halnya dengan di Kecamatan Ngadirojo, Padi merupakan tumpuan ekonomi masyarakat. Jika sudah mulai musim tanam padi, maka banyak pekerja/buruh yang datang ke Kecamatan Ngadirojo. Kebiasaan memanen padi ini dinamakan “derep”. Karena bukan hanya satu lahan saja yang dipanen. Maka, mereka (para buruh) berbondong-bondong memanen padi mulai dari pagi sampai senja tiba. Akan tetapi yang unik disini adalah jika musim panen padi tiba. Hal yang unik tersebut adalah dari segi peralatan yang digunakan untuk memanen padi, yang saya rasa hanya dapat ditemukan di Kecamatan Ngadirojo saja. Peralatan tersebut  dinamakan “herek”.
 “Herek” ini adalah sejenis peralatan sederhana yang terbuat dari bahan baku kayu, seng, gear sepeda onthel, rante, dan roda paku. Lalu kenapa bisa dinamakan herek ?, penamaanyan sendiri berasal dari suara yang dihasilkan dari herek tersebut, yaitu jika diinjak pedalnya akan menghasilkan bunyi “reeg...reeg...reeg”, dari suara itulah masyarakat menyebutnya “herek”. Sedangkan cara kerjanya yaitu dengan diinjak bagian pedalnya, maka roda pakunya akan berputar dan padi pun siap dirontokkan dari batangnya. Pedalnya ini juga hanya terbuat dari batang bambu. Untuk itu, Memerlukan tenaga  kaki yang kuat, karena perputaranya harus cepat.Untuk mempermudah dan agar lebih cepat, biasanya dalam pengopersiannya herek membutuhkan dua orang pekerja, yang satu mengoperasikan herek dan satunya lagi membantu menyiapkan batang padi yang akan dirontokkan. Herek ini merupakan peralatan yang cukup praktis digunakan, dan hanya dapat ditemukan pada saat musim panen padi di Kecamatan Ngadirojo saja, karena saya melihat di Kecamatan-kecamatan lain cara merontokkan padi dengan batangnya masih sangat tradisional, yaitu dengan cara kalau istilah bahasa pacitannya “digepyok”.
            “Herek” sampai saat ini masih menjadi pilihan masyarakat di Kecamatan Ngadirojo sebagai peralatan untuk merontokkan padi yang praktis digunakan dan tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk membuatnya, meskipun sudah ada mesin yang lebih canggih daripada herek, akan tetapi herek masih tetap bertahan sampai saat ini.

Kamis, 21 Februari 2013

MISTERI KAIN KAFAN YESUS Bag I

Pada peringatan hari paskah tahun 2011 lalu, kafan Turino yang disebut-sebut sebagai kain kafan dari Yesus Kristus, dipamerkan di depan umum. Pameran tersebut bukanlah pameran yang pertama kali memamerkan kain kafan Yesus di muka umum, karena pada abad ini saja, terhitung sudah enam kali kain kafan ini dipamerkan. Pameran kain kafan Yesus ini diadakan di kota Turin, Italia.
            Kain ukuran empat meter (405 cm x 110 cm) memang smapai saat ini masih menimbulkan kontroversi. Karena pada kain terdapat gambar “cap” berwujud pria berjenggot panjang dengan posisi berdiri, tangan dan kaki disalib. Tepat pada tangan dan kaki terdapat bekas bintik-bintik ceceran darah. Bukan tidak mungkin, jika kain yang sudah ratusan tahun disimpan di Katedral Turin tersebut dipercaya oleh umat Kristen sebagai kain kafan dari Yesus Kristus setelah beliau wafat.
            Seiring dengan perkembangan jaman yang modern, para ilmuwan tertarik untuk meneliti kebenaran dari kain tersebut. Tahun 1988, salah satu dari hasil dari penelitian tersebut pernah diumumkan dihadapan publik. Penelitian tersebut menggunakan metode karbon guna mengetahui umur dari kain kafan yang sebenarnya. Berdasarkan umur karbon, kain kafan tersebut diduga dibuat pada abad pertengahan. Artinya, jauh dari hari wafatnya Yesus. Pasca penelitian itu dumumkan, sebagian ilmuwan meragukan keaslian kain kafan tersebut.
            Sepuluh tahun kemudian, Uskup Agung Turin, Katedral Anastasio Balestero kembali mengumumkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Indepent. Menurut Ballestrero,  berdasarkan hasil tes radiokarbon, diduga kuat kain kafan itu dibuat pada tahun 1260-1390. Meskipun demikian, Ballestrero tetap menghimbau kepada seluruh umatnya untuk tetap menghormati kain kafan tersebut. Karena misteri dibalik kain kafan tersebut masih akan terus dilacak sampai sekarang.
            Kapan terpecahkan misteri tersebut masih belum diketahui. Yang jelas pada bulan April 1998, potongan-potongan kain kafan itu pernah dibawa ke Laboratorium yang lebih canggih di Inggris, Amerika Serikat, dan Swiss. Tujuannya untuk membandingkan hasil dari penelitian yang dilakukan pertama kalinya. Meskipun demikian, hasil tes laboratorium sama saja dengan hasil tes yang sudah-sudah. Kain kafan penuh misteri itu diduga “baru” berumur 700 tahun.
            Sejak 480 tahun yang lalu, kain kafan tersebut tersimpan di kapel di Katedral Turin. Kain yang sudah berwarna kusam kekuning-kuningan diletakkan di sebuah box kaca. Penyelidikan menggunakan teknologi modern dilakukan pertama kali pada tahun 1978. Sementara debat ramai mengenai keaslian kain tersebut sudah ada sejak abad ke-14 atau ketika pertama kali kain tersebut diumumkan di hadapan publik.
            Bagi masyarakat yang meyakini bahwa kain kafan tersebut adalah kain kafan Yesus, menganggap semua penelitian itu hanyalah belaka dan tidak perlu dibesar-besarkan. Karena dari kain kafan “pria yang disalib” itu sering terpancar sebuah mukjizat yang pernah dialami oleh para peziarah. Disisi lain, pasca diteliti menggunakan teknologi modern, ilumwan meyakini gambar yang tidak begitu jelas berwujud pria yang disalib dilukis pada abad pertengahan. Karena pada saat itu pengetahuan manusia mengenai teknik dan cara mensalib masih minim.
            Yang menjadi pertanyaan adalah jika pada jaman itu pengetahuan manusia mengenai bagian-bagian tubuh manusia masih terbatas, tetapi kenyataanya gambar anatomi  dari manusia bisa sedetail mungkin. Sebab pada kain kafan tersebut ditemukan gambar bekas luka cambuk dari tentara Romawi dengan ciri Timah lancip diujung cambuk. Dari luka bekas cambukan itu tedapat ceceran darah berwarna coklat muda. Ceceran darah tersebut masih jelas terlihat.
            Ilmuwan yang pernah meneliti kain tersebut memperkirakan, bayangan bergambar pada kain kafan tersebut muncul karena  proses kimiawi, yaitu ada yang sengaja mengangkat bekas dari lekukan tubuh manusia dan supaya lebih terlihat jelas dan memsukkan warna pada bagian kiri kanan tubuh supaya tidak menggangu pandangan. Caranya dengan menyorotkan kain kafan dengan sinar dalam waktu yang singkat agar tidak tembus.

Bersambung Ke Bagian 2........................ 

JUGUN IANFU : Kisah Kelam Para Wanita Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang


            Seperti yang tertulis diatas, Jugun Ianfu yang artinya wanita penghibur pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.  Jugun Ianfu ini merupakan sebagian kisah sedih dari para wanita Indonesia pada masa penjajahan Jepang yang dipaksa harus menuruti nafsu bejat para tentara Jepang.
            Ketika pada perang dunia II, Jepang memang bisa dikatakan telah menguasai Asia Timur Raya, Sedangkan yang dijadikan Jugun Ianfu sebenarnya bukan hanya  wanita Indonesia saja, tetapi ada juga wanita cina, Taiwan, Filipina, Melayu, Korea, dan Vietnam. Dalam kenyataanya, di Semarang pernah terjadi peristiwa yang disebut “Peristiwa Semarang”, pada saat itu para nyonya Belanda dari berbagai tangsi tahanan, dikumpulkan dan dijadikan “pelanyahan” untuk melayani nafsu serdadu Jepang.
            Karena peristiwa Semarang, wartawati Hillde Janssen yang dibantu Fotografer Jan Banning, melacak keberadaan wanita Indonesia yang dulu pernah menjadi Jugun Ianfu. Janssen melacak jejak para Jugun Ianfu dan mencari Informasi dengan cara masuk ke pelosok-pelosok pedesaan, guna mengadakan penelitian, megambil gambar dan wawancara. Diperkirakan terdapat 50.000-200.000 Jugun Ianfu, 5000 sampai 20000 diantaranya berasal dari Indonesia. Hasil foto yang diambil oleh Jan Banning dipamerkan di Eramus Huis (Pusat Kebudayaan Belanda) Jakarta.
            Sepanjang sejarah dunia, hanya Jepang yang menyediakan wanita penghibur untuk serdadu tentaranya. Para serdadu yang butuh wanita pastinya tidak diberikan secara gratis, mereka harus membayar sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan. Uang tersebut tentunya tidak diserahkan kepada wanita yang melayaninya.
            Sebagian dari wanita Jugun Ianfu sekarang memang sudah berusia senja, tetapi peristiwa itu masih tetap diingat sepanjang hayat. Salah satunya, Wainem, wanita kelahiran Karanganyar 1925 ini, masih ingat benar ketika harus dipaksa melayani para tentara Jepang, dan setelah itu di tinggal begitu saja. Menurutnya ketika masih menjadi Jugun Ianfu, setiap hari diperiksa oleh Dokter Jawa, tetapi dimandhori oleh Dokter Belanda. Yang ketahuan hamil dipulangkan bahkan disuruh untuk menggugurkan kandungannya. Memang sungguh penganiayaan yang tidak berperikemanusiaan. Itulah sebagian kisah kelam dari para Wanita Indonesia yang harus dipaksa menjadi pelayan nafsu para Tentara Jepang.

Sabtu, 16 Februari 2013

Sekilas Mengenai Candi Tikus


Candi Tikus terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Candi Tikus merupakan bangunan pertitaan. Hal ini terlihat dari adanya miniatur candi di tengah bangunannya yang melambangkan Gunung Mahameru, tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat disepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci Amrta, sumber segala kehidupan.

Sejarah Penemuan Candi Tikus
            Candi Tikus ditemukan pada tahun 1914 oleh seorang penduduk yang kemudian dilaporkan kepada Bupati Mojokerto saat itu, yaitu R.A.A. Kromodjojo Adinegoro. Penemuan tersebut diawali dengan laporan penduduk bahwa di daerah tersebut terjangkit wabah tikus yang bersarang di sebuah gundukan. Ketika gundukan dibongkar ternyata di dalamnya terdapat sebuah candi yang kemudian disebut Candi Tikus. Karena sejarah penemuan inilah hingga sekarang banyak petani, baik dari daerah sekitar Mojokerto maupaun luar kota yang sawahnya diserang hama tikus datang ke tempat ini untuk memperoleh air candi yang dipercaya dapat menngusir hama tikus.

Struktur Bangunan Candi Tikus
            Bangunan Candi Tikus berdiri pada permukaan tanah yang lebih rendah dari daerah sekitarnya, yaitu kurang lebih sedalam 3,5 m. Oleh karena itu, untuk mencapai lantai dasar candi harus menuruni tangga masuk yang berada di sisi utara yang merupakan pintu masuk candi. Orientasi Candi Tikus adalah menghadap ke utara dengan azimut 200°. Candi Tikus berdenah bujur sangkar dengan ukuran 22,5 x 22,5 m, serta tinggi dari lantai sampai puncak candi adalah 5,20 m. Bahan bangunannya didominasi oleh bata, sedang batu andesit digunakan untuk pancurannya. Dinding Candi Tikus dibuat berteras untuk menahan tanah sekitarnya. Pada dinding bagian bawah serta batur candi inilah terdapat pancuran yang berjumlah 19 buah, pancuran tersebut berbentuk padma/lotus dan makara. Pada dinding utara bagian bawah di kiri kanan tangga masuk terdapat bilik berukuran sama. Pintu masuknya mempunyai tangga, terletak di dinding sebelah selatan. Dinding utara kolam terdapat pancuran masing-masing berjumlah 3 buah.
            Bangunan induk terletak di tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding selatan. Struktur bangunan induk terdiri dari kaki, tubuh dan atap. Kaki candi berdenah segi empat berukuran panjang 7,75 m, lebar 7,65 m, dan tinggi 1,5 m. Tubuh candi berdenah bujur sangkar berukuran 4,8 x 4,8 m. Di sisi barat, utara dan timur terdapat menara semu yang menempel pada bagian luar tubuh candi, masing-masing berjumlah 5 buah. Di atas tubuh candi terdapat 4 buah menara berukuran 0,84 x 0,80 m, yang terletak pada setiap sudutnya. Menara yang paling besar berdiri di tengahnya dengan ukuran 1 x 1,04 m serta tinggi 2,76 m. Menara-menara ini melambangkan Gunung Mahameru sebagai pusat makro kosmos.  

Senin, 11 Februari 2013

RINGGIT BEBER (WAYANG BEBER) PACITAN


Di Dusun Karang Talun, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Kedompol dan ikut masuk Kawedanan Punung. Ada seseorang yang bernama Gondo Lesono, kehdupannya sebagai dalang Ringgit Beber. Orang itu mempunyai Wayang Beber jumlahnya ada 6 lembar, lakonnya (cerita wayang beber tersebut), ialah Panji. Wujudnya wayang (ringgit) tersebut dibuat dari kertas jawa tebal dan halus, warnanya bagus sekali dilihat dari cat maupun bentuknya. Wayang Beber tersebut warisan dari leluhurnya atau turunan Gondo Lesono. Dan Gondo Lesono adalah turunan yang kedelapan. Adapun cerita Ringgit Beber atau Wayang Beber sebagai berikut :
            Ada seorang bernama Nolodremo. Pada waktu masih mudanya orang itu mengabdi dengan Tumenggung Butoijo yang ada di tanah Sembuyan. Pada suatu hari, Nolodremo ikut Kyai Tumenggung Butoijo, ada yang sakit dan sakitnya cukup lama, selalu diusahakan atau diupayakan dukun, pandito, wasi, namundemikian juga belum dapat sembuh, sang prabu sangat prihatin sekali mengenai sakit anaknya yang sudah cukup lama. Pada suatu hari Sang Prabu Browijoyo istirahat di Pendopo. Kyai Tumenggung Butoijo menghadap dan Nolodremo selalu mengikuti Tumenggung Butoijo, kebetulan Sang Prabu menyapa atau bertanya kepada Nolodremo, demikian kata-katanya : Hai Nolodremo, saya ini sedang kesusahan karena ada anak saya yang sakit belum sembuh. Sudah banyak dukun-dukun dan pandito-pandito yang  saya minta untuk menyembuhkan anak saya, tapi juga belum sembuh. Sudah banyak mantra, jamu yang dimasukkan namun juga belum sembuh. Maka coba tolong Nolodremo, anak saya itu diusadani atau disembuhkan supaya penyakitnya hilang dan akhirnya sembuh. Siapa tahu kalau kamu mungkin bisa. Walaupun Nolodremo sebenarnya bukan seorang dukun dan belum pernah menyembuhkan orang-orang sakit, tetapi karena permintaan sang prabu, Nolodremo menjawab sanggup. Ternyata putera Sang Prabu sembuh dari sakitnya itu, lantaran diusadani atau didukuni oleh Nolodremo atau didukuni oleh Nolodremo. Sang Prabu sangat senang sekali dengan Nolodremo, karena anaknya yang sakit cukup lama sekarang dapat sembuh. Akhirnya Nolodremo dianggap seperti abdi kedaton yang lebih dikasihi sendiri. Pada saat Kyai Tumenggung Butoijo pulang ke rumahnya, Nolodremo diminta oleh Sang Prabu Browijoyo tidak boleh pulang dan sementara disuruh tinggal di Kedaton. Selanjutnya di kedaton, Nolodremo di didik oleh Sang Prabu menjadi dalang menjalankan Ringgit Beber (Wayang Beber) dan Sang Prabu mencegah Nolodremo tidak boleh pulang apabila dia belum dapat mengerjakan sebagai dalang.
           Pada suatu saat Nolodremo sudah pandai mengerjakan cara-cara melakukan wayang beber atau disebut dalang, baru dia dapat pulang ke rumahnya. Selanjutnya Nolodremo diberi hadiah berupa wayang beber oleh Sang Prabu. Dan dikatakan oleh Sang Prabu tidak diberi emas, dan Rojobrono, karena Rojobrono maupun Emas mudah habis dan tidak aman jika dibawa dalam perjalanan. Tetapi diberi hadiah wayang beber dapat menghasilkan setiap saat dan juga dapat menyenangkan banyak orang. Hadiah tersebut merupakan rasa terima kasih Sang Prabu Browijoyo karena puteranya yang sakit dapat disembuhkan oleh Nolodremo. Dikatakan juga oleh Sang Prabu bahwa Nolodremo supaya mendidik dalang kepada anak-anaknya agar nantinya dan jangka panjangnya wayang beber tersebut masih tetap lestari, dan wasiat Sang Prabu melakukan wayang beber ini supaya benar-benar diajarkan sampai anak cucunya Nolodremo. Akhirnya selesai berbincang-bincang, Nolodremo terus pamit pulang. Dalam perjalanan Nolodremo kekurangan bekal, kemudian mbarang (ngamen) di Pedusunan melaksanakan pentas wayang beber dan mendapatkan imbalan uang (upah). Begitu seterusnya sampai datang di rumahnya, dia selalu diundang ke daerah-daerah lain acara khitanan, dan lain-lain. Sehingga dia dapat keuntungan yang banyak sekali. Setelah Nolodremo meninggal dunia terus diwariskan kepada anak laki-lakinya yang sulung demikian seterusnya secara turun temurun sehingga sampai sekarang. Adapun turunan Nolodremo yang mendapat warisan Ringgit Beber seperti tersebut di bawah ini :
1.      Nolodremo turunan ke-1
2.      Nolo turunan ke-2
3.      Samolo turunan ke-3
4.      Nolongso turunan ke-4
5.      Trunodongso turunan ke-5
6.      Gondolesono turunan ke-6
7.      Setrolesono turunan ke-7
8.      Gondolesono turunan ke-8
Gondolesono turunan ke-8 saat ini berumur kurang lebih 65 tahun. Dan cucunya sudah banyak. Kotaknya wayang beber itu lebarnya hanya satu kaki, panjangnya empat kaki, tingginya satu setengah kaki. Gawang untuk panggungpada saat digelar dibuat dari kayu, panjangnya kurang lebih satu setengah meter, tingginya setengah kaki. Dan bentuknya seperti panggung wayang Krucil. Iringan gamelan (tabuhannya) rebab, kethuk, kenong, kempul, serta kendang. Gendingnya hanya ayak-ayakan. Pada saat perang tabuhannya diperkeras, tetapi kalau sedang cerita tabuhannya hanya lamban saja. Pagelaran wayang beber waktunya hanya setengah hari saja. Misalnya mulai jam 8 pagi-jam 12 siang sudah selesai.
            Dari ceritanya Gondolesono. Ringgit, kotak, cempala, serta semua tetabuhan, semua pemberian dari Keraton Majapahit. Mulai menerima semua tersebut di atas dari Prabu Browijoyo sampai sekarang tidak ada yang diubah-ubah. Walaupun ada yang rusak, tapi masih merasa takut untuk memperbaikinya sebab khawatir kalau ada siku balaknya. Adapun keadaan tabuhan, apabila dibanding dengan dengan tetabuhan jaman sekarang memang sangat jelek, atau memang iramanya kurang baik dan tidak sesuai dengan sekarang. Gondolesono pernah apabila ada wayang yang rusak akan diperbaiki, meskipun tidak terlalu sulit, Gondolesono tetap yidak berani. Sebab Gondolesono mempunyai keyakinan bahwa semua wayang atau 1 unit tabuhan itu masih merupakan barang yang dianggap keramat, maka tetap takut dengan siku bilahinya.

Jhator, Penguburan Unik Ala Tibet


Kalau di sekitar kita, pemakaman pastinya sudah hal biasa jika hanya dikubur di dalam tanah atau dibakar/dikremasi. Tetapi lain lagi dengan pemakaman/penguburan yang ada di Tibet. Di Tibet, orang dalam mengubur mayat tidak dengan di kubur dalam tanah, akan tetapi lebih tragis dan lebih menyeramkan lagi. Tradisi penguburan mayat ini dikenal dengan sebutan Jhator atau Kuburan Langit.  Disini mayat tidak dikubur, tetapi diletakkan atau dibiarkan begitu saja di tempat terbuka di wilayah pegunungan, dengan maksud supaya mayat tersebut membusuk dengan sendirinya atau menjadi makanan Burung Nasar (burung pemakan bangkai). Bahkan untuk memudahkan burung-burung nasar itu memakan mayat, terlebih dahulu mayat tersebut dipotong-potong daging dan tulangnya, memang sungguh sadis dan tragis, tetapi hal seperti itu sudah menjadi adat dan tradisi di Tibet.
            Jhator kerap diadakan di pegunungan Tibet, dengan beralasan Agama dan dinilai lebih praktis meskipun sadis. Kebanyakan kepercayaan dari orang-orang Tibet adalah kepercayaan Agama Budha yang percaya akan adanya Reinkarnasi (kelahiran kembali). Sehingga setelah orang tersebut meninggal, maka tubuhnya sudah dianggap sebagi wadah kosong yang tak ada gunanya, sehingga perlu dibuang begitu saja. Semangat atau jiwa dari orang yang meninggal menurut kepercayaan sudah keluar dari tubuhnya dan akan ber inkarnasi pada kehidupan selanjutnya. Selain itu juga karena pengaruh faktor geografis dari wilayah Tibet yang berbatu dan minimnya kayu untuk pembakaran mayat, sehingga lebih memilih penguburan mayat secara Jhator ketimbang membakar mayat (kremasi).
            Ritual sperti ini memang sangat sadis dan menyeramkan bagi yang belum pernah melihat tradisi ini sebelumnya. Tetapi bagi umat Budha di Tibet, upacara Jhator ini merupakan wujud rasa belas kasihan terhadap orang yang sudah meninggal dunia dengan memberikan tubuhnya untuk dimakan makhluk lainnya. Rasa belas kasihan dan kepedulian terhadap makhluk hidup merupakn salah satu keutamaan dalam ajaran Buddhisme.
            Pemerintah RRC yang telah menguasai Tibet sejak tahun 1950 juga telah melarang ritual Jhator ini ditahun 1960-an, karena dianggap terlalu kejam dan sadis. Tetapi pada tahun 1980-an, ritual ini kembali diijinkan oleh pemerintah RRC. Biasanya selain warga Tibet, dilarang untuk menonton atau memotret ritual upacara ini, karena dianggap tidak sopan.
            Ritual Jhator biasa dilaksanakan di beberapa wilayah di Tibet, diantaranya adalah kota Lhasa. Sebuah tempat yang terletak di lereng pegunungan yang kondisi tanahnya berbatu. Sebelum dikubur, biasanya mayat dibersihkan dan dibungkus kain kafan. Setelah itu diletakkan di pojokan rumah selama tiga hari sampai lima hari. Selama itu, para biarawan memanjatkan doa-doa dan mantra-mantra untuk membebaskan jiwa si mayat. Setelah itu mayat baru dikirim ke tempat kuburan langit (Jhator). Kuburan ini bertempat di antara gunung-gunung, yang terdiri dari rerumputan dengan pagar yang tinggi dan sebuah candi pemujaan serta batuan besar. Drigung yang merupakan salah satu dari tiga kuburan Jhator yang paling penting. Meskipun begitu, ritual Jhator jarang dilaksanakan pada mayat yang meninggal dalam usia muda (kurang dari 18 tahun), wanita hamil, atau orang-orang yang mati karean kecelakaan atau kena Infeksi.
            Selanjutnya, seorang lelaki yang mengenakan celemek putih nampak di pekuburan langit dengan membawa pisau dan kapak di tangannya. Seseorang ini biasa disebut “daodeng” yaitu orang yang biasa melaksanakan prosesi ini. Daodeng lalu membuka kain mayat tersebut, dan mulai memotong-motong anggota tubuh si mayat, tidak ketinggalan untuk membakar dupa yang aromanya digunakan untu mengundang burung nasar. Tak lama kemudian Burung-Burung Nasar berdatangan dan dengan rakus memakan bangkai si mayat. Anggota keluarga dilarang menyaksikan ritual ini.
            Burung-burung ini hanya membutuhkan kurang lebih 13 menit untuk menghabiskan daging diseluruh tubuh si mayat. Selanjutnya, Daodeng mulai menindas tulang mayat tersebut dengan palu sampai hancur dan selanjutnya dicampur dengan tepung gandum yang disebut tsampa, yang akan digunakan sebagai makanan burung-burung yang berukuran lebih kecil, seperti burung Gagak dsb. Setengah jam setelah itu, kondisi mayat sudah benar-benar hancur dan musnah dari muka bumi. Tak berapa lama, suasana disekitar pegunungan tersebut kembali sunyi dan sepi.

Sekilas Tentang Tokoh Pendidikan Indonesia



Ki Hadjar Dewantara, lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Wafat di Yogyakarta, 26 April 1959. Ki Hadjar Dewantara selain aktivis pegerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, dan politisi, juga sebagai pelopor pendidikan untuk kaum pribumi. Ki Hadjar juga sebagai pendiri Perguruan Taman Siswa, sebuah lembaga yang memberikan kesempatan kepada kaum pribumi agar dapat memperoleh hak pendidikan yang sama dengan kaum priyayi atau orang-orang Belanda.
            Hari lahirnya Ki Hadjar Dewantara, nantinya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan semboyan Tut Wuri Handayani yang kini menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya juga menjadi nama sebuah kapal perang Republik Indonesia, KRI Ki Hadjar Dewantara. Selain itu juga menjadi gambar pada uang Rp.20.000.

Awal Karir
            Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Kraton Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), melanjutkan di sekolah STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tetapi tidak sampai tamat, dikarenakan sakit yang dideritanya. Selanjutnya, Soewardi bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, diantaranya : Sedioutomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.Soewardi adalah seorang penulis yang sangat berbakat. Tulisannya begitu komunikatif, tajam, dengan semangat antikolonial.

Aktivis Pergerakan
            Selain tekun sebagai wartawan muda, Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Mulai dari berdirinya Organisasi Budi Utomo tahun 1908, Soewardi aktif dalam seksi propaganda untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran bangsa Indonesia (utamanya Jawa) yang pada saat itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Soewardi muda juga menjadi anggota Insulinde, organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan nasib bangsa Indonesia di Hindia Belanda. Atas pengaruh Ernest Douwes Dekker, lalu mendirikan Indische Partij. Termasuk mengajak Soewardi dalam pendiriannya.

Als ik eens Nederlander was
            Ketika pemerintah Hindia Belanda mempunyai niat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis di tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Kemudian Soewardi menulis “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” atau “ Satu untuk Semua, tetapi semua untuk satu” , tetapi tulisan dari Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal adalah : “Seandainya aku seorang Belanda” (judul asli: “Als ik eens Nederlander was”), yang dimuat di surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker tahun 1913. Isi dari artikel tersebut terbilang sangat “tajam” bagi para petinggi Hindia Belanda. Beberapa petinggi Belanda seakan-akan tidak percaya kalau itu adalah tulisan Soewardi. Karena tulisan itu, Soewardi ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan dibuang di Pulau Bangka. Pada waktu itu Soewardi berusia 24 tahun. Meskipun Soewardi diasingkan, Mitra keduanya Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo (Tiga Serangkai) protes. Dan akhirnya ketiganya juga diasingkan ke Negeri Belanda.
Dalam Pengasingan
            Dalam pengasingannya di Negeri Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeninging (Perhimpunan Hindia). Disana beliau merintis gagasannya dalam memajukan kaum pribumi melalui belajar hingga mendapatkan Europeesche Akte, yaitu sebuah ijazah pendidikan bergengsi. Yang nantinya sebagai batu loncatan dalam mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Dalam studinya, Soewardi terinspirasi dari tokoh-tokoh barat, seperti Froebel dan Montessori, dan pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh itulah yang menjadi dasar dalam mengembangkan sistem pendidikannya.

Taman Siswa
            September 1919, Soewardi kembali ke Indonesia. Pengalaman mengajar di sekolah milik saudaranya inilah dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan konsep mengajar di sekolah yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. Nationaal Onderwijs Institut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Pada saat itu, Soewardi berusia genap 40 tahun. Menurut perhitungan Jawa, lalu mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara dan beliau juga tidak mau mencantumkan gelar kebangsawanan pada nama depannya. Dengan maksud agar beliau dapat lebih dekat dengan rakyat. Sampai sekarang semboyannya masih melekat pada sistem pendidikan di Indonesia, yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

Pengabdiannya Setelah Indonesia Merdeka
            Pada kabinet Repeublik Indonesia yang pertama, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama. Tahun 1957 Ki Hadjar mendapatkan anugerah gelar Dhoktor kehormatan (doktor honoris causa Dr H.C) dari Universitas Gadjah Mada. Untuk menghormati jasa-jasanya dalam bidang pendidikan. Beliau juga mendapat gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Dan tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

Jumat, 08 Februari 2013

Candi Mendhut : Ditemukan dlam keadaan tertutup rumput Ilalang


            Candi Mendut yang terletak di sebelah utara dari ketiga candi disekitar Borobudur, dapat dikatakan merupakan pintu masuk menuju Candi Pawon dan Candi Borobudur. Bertempat di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
            Pintu masuk pada Candi Mendut berbeda dengan Candi-Candi lainnya, menghadap ke barat. Sementara pada candi-candi lainnya yang terdapat di Jawa kebanyakan pintu candi menghadap kesebaelah timur. Sampai sekarang, masih menjadi misteri yang belum terpecahkan mengenai kapan Candi tersebut berdiri.
            Beberapa ada yang menghubungkan denagan kelahiran Sang Budha. Kemungkinan hal tersebut dikaitkan  dengan Sang Budha dalam menyebarkan Agama Budha di Tanah Jawa. Pintu yang menghadap kiblat, dapat juga diartikan sebagai simbol keinginan dari pendiri candi, berkaitan dengan tempat ketika Sang Budha pertama kali menerima wahyu di Taman Kijang.
            Para ahli purbakala, sampai sekarang juga masih ragu mengenai kapan berdirinya Candi tersebut. Ada yang mengatakan , Candi Mendut dibangun ketika jaman pemerintahan Raja Indra, dari dinasti Syailendra abad ke 8 atau 9. Ada juga yang mengatakan Candi Mendut dibangun sebelum Candi Borobudur. Hal tersebut masih meragukan, karena memang belum diketemukan tulisan atau prasasti yang menceritakan mengenai Candi Mendut.
            Menurut Sejarah, sekitar tahun 1836, semua bagian bangunan Candi ditemukan dalam keadaan tertutup rumput Ilalang dan pasir letusan Gunung Merapi pada waktu itu, kecuali bagian atap Candi. Candi tersebut ditemukan secara tidak sengaja. Bisa dimaklumi, karena penyebaran penduduk yang belum merata, sedikitnya penduduk yang menempati daerah sekitar penemuan Candi, keadaan tanah yang gersang dan kering, membuat sedikitnya orang yang bermukim di wilayah itu.
            Setelah candi tersebut digali dan dibersihkan dari rumput ilalang, sudah banyak ditemukannya batu-batu asli dari sekitar candi, meskipun belum semuanya. Sekitar tahun 1887, Candi mengalami pemugaran untuk pertama kalinya, bagian yang diperbaiki adalah kaki candi sampai badan candi. Meskipun bisa dikatakan perbaikan tersebut masih jauh dari harapan, karena banyaknya halangan dalam pemugarannya.
            Selanjutnya pada tahun 1908, oleh Van Erp (Belanda), Candi tersesbut kembali diperbaiki bersamaan dengan Candi Borobudur. Pemugaran yang kedua kali ini juga tidak berjalan seperti yang diharapkan dan sempat berhenti total, dikarenakan faktor biaya yang memang pada saat itu Belanda juga membutuhkan dana yang cukup besar untuk memakmurkan negaranya, sehingga tidak mampu untuk membiayai pemugaran candi. Setelah kurang lebig 38 tahun, akhirnya pemugaran Candi dilanjutkan lagi.
Tatanan dan Relief Candi
            Tatanan atau susunan Candi Mendut tak beda jauh dengan candi-candi lainnya, terdiri dari bagian kaki candi, badan candi dan puncak candi. Pada bagian Kaki Candi, terdapat “selasar” (jalan untuk mengelilingi candi). Selasar tersebut dibuat agak luas, supaya pengunjung dapat melihat candi secara jelas dan dekat. Pada dinding candi juga terdapat ornamen-ornamen yang jumlahnya ada 31 ornamen. Ornamen pada dinding Candi berupa bunga puspa, bunga teratai, motif hewan dan arca-arca yang semuanya memiliki makna atau simbol tersendiri.
            Pada bagian kanan pintu masuk atau ruang candi, terdapat relief Kuvera/Yasaka Panchika/Atavika. Dalam relief tersebut digambarkan seorang pria yang dikelilingi oleh anak-anak, memakai busana yang menggambarkan bahwa pria tersebut adalah seorang bangsawan. Dusduk diatas tempat yang tinggi dengan posisi kaki kanan bertumpu pada kaki kanan. Penggambaran Anak-anak yang sedang bermain, memanjat pohon dan memetik buah-buahan. Dibawahnya ada sebuah kendhi yang penuh dengan uang. Kuvera, yang juga disebut dengan dewanya kekayaan. Selain itu juga ada Yaksa Panchika atau Atavika, yang merupakan raksasa pemakan manusia, tetapi setelah bertemu Sang Budha bertobat dan menjadi pengayom bagi anak-anak.
            Di bagian kiri arah kamar, ditemukan relief Hariti yang sedang duduk memangku anaknya. Dalam relief tersebut digambarkan wujud seorang wanita yang juga memakai pakaian bangsawan dengan dikelilingi oleh anak-anak yang bermain dan memetik buah-buahan. Dalam mitologi agama Budha, Hariti merupakan raksasa yang juga suka makan manusia, tak beda jauh dengan Kuvera, bertobat setelah bertemu dengan Sang Budha dan akhirnya menjadi pengayom bagi anak-anak. Figur pengayom anak-anak, juga dapat ditemukan di Bali dengan sebutan Men Brayut.
            Pada badan Candi, juga terdapat relief Bodhisattva Avalokitesvara dan Dewi Tara. Relief Avalokitesvara digambarkan pada bagian tengah duduk diatas padmasana. Di sebelah kanannya cacti dan istrinya yaitu Dewi Tara. Dibawahnya digambarkan sebuah kolam yang penuh dengan bunga teratai. Dalam Mitologi Budha, relief tersebut memuat tentang cerita kelahiran Dewi Tara di Madyapada.
            Sang Budhisattva Avalokitesvara sedih, ketika mengetahui keadaan manusia di dunia. Kesedihannya hingga meneteskan airmata yang akhirnya berwujud menjadi sebuah kolam atau telaga yang penuh dengan bunga teratai . Diatas batang dan daun tersebut muncul Dewi Tara, yang menjadi penolong umat manusia dari jurang kesengsaraan.
            Relief yang menghadap ke timur pada badan Candi, yaitu terdapat relief Bodhisattva, yang digambarkan bertempat di  tempat teratas memakai pakaian bangsawan. Di belakang kepala terdapat Prabha, yaitu cahaya dewa. Mempunyai empat tangan, tangan kiri bagian belakang memegang kitab, tangan kanan bagian belakang memegang tasbih. Tangan kiri depan ada batang bunga teratai yang mekar dari sebuah kendhi. Tangan bagian depan menggambarkan sikap vara-mudra.
            Pada badan candi sebelah utara, terdapat relief tentang dewi Tara atau Cunda. Pada relief disebutkan, Dewi Tara digambarkan sedang duduk di tempat yang tinggi. Di sebelah kanan kirinya digambarkan dua orang pria.
            Pada bagian kanan pintu masuk Candi Mendut, terdapat relief Sarvanivaranaviskhambi. Pada relief, Sarvanivaranaviskhambi digambarkan dengan posisi berdiri. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian bangsawan. Di belakang kepala juga terdapat prabha. Atap candi terdiri dari tiga tingkatan.
           

Senin, 04 Februari 2013

SHORTCUT UNTUK MEMUDAHKAN INTERAKSI DENGAN WINDOWS PART I


Klik Mouse / modifikasi keyboard untuk shell-shell obyek
·         SHIFT + Klik Kanan : Menampilkan menu Shortcut yang berisi perintah Alternatif.
·         SHIFT + Double Klik : Menjalankan perintah standar Alternatif (kedua item pada menu)
·         ALT + Double klik : Menampilkan Properti.
·         SHIFT + DELETE : Menghapus Item tertentu tanpa membuang ke Recycle Bin.

Folder Umum  / Kontrol Shortcut
·         F4 : Memilih sebuah kotak folder yang berbeda-beda dan memindahkan secara menurun ke arah entri kotak (jika toolbar aktif pada windows explorer)
·         F5 : Merefresh Jendela.
·         F6 : Memindahkan antar panel-panel pada Windows Explorer.
·         CTRL + G : Membuka “Go To’’ tool Folder (hanya pada Windows 95 dan Windows Explorer)
·         CTRL + Z : Undo perintah yang terakhir.
·         CTRL + A : Memilih semua Item pada Jendela.

Shell obyek dan Folder umum / Shortcut Windows Explorer
Untuk Obyek Pilihan :
·         F2 : Rename Obyek
·         F3 : Mencari File
·         CTRL + X : Cut File
·         CTRL + C : Copy File
·         CTRL + V : Paste File
·         ALT + ENTER : Membuka properti untuk memilih obyek.

Kombinasi Kunci Program Windows
·         CTRL + B : Mempertebal Huruf
·         CTRL + U : Garis bawah / Underline
·         CTRL + I : Italic / Huruf Miring

Kombinasi Kunci Sistem Windows
·         F1 : Help
·         CTRL + Esc : Membuka Menu Start
·         ALT + TAB : Memindah antara program yang dibuka
·         ALT + F4 : Keluar dari program
·         Logo Windows + L : Mengunci Komputer.
 
 
Copyright © 2013-Kiamat. Wahyu's Blogs - All Rights Reserved
Design by Wahyu Adhy | Powered By Blogger.com