Senin, 11 Februari 2013

Sekilas Tentang Tokoh Pendidikan Indonesia



Ki Hadjar Dewantara, lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Wafat di Yogyakarta, 26 April 1959. Ki Hadjar Dewantara selain aktivis pegerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, dan politisi, juga sebagai pelopor pendidikan untuk kaum pribumi. Ki Hadjar juga sebagai pendiri Perguruan Taman Siswa, sebuah lembaga yang memberikan kesempatan kepada kaum pribumi agar dapat memperoleh hak pendidikan yang sama dengan kaum priyayi atau orang-orang Belanda.
            Hari lahirnya Ki Hadjar Dewantara, nantinya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan semboyan Tut Wuri Handayani yang kini menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya juga menjadi nama sebuah kapal perang Republik Indonesia, KRI Ki Hadjar Dewantara. Selain itu juga menjadi gambar pada uang Rp.20.000.

Awal Karir
            Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Kraton Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), melanjutkan di sekolah STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tetapi tidak sampai tamat, dikarenakan sakit yang dideritanya. Selanjutnya, Soewardi bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, diantaranya : Sedioutomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.Soewardi adalah seorang penulis yang sangat berbakat. Tulisannya begitu komunikatif, tajam, dengan semangat antikolonial.

Aktivis Pergerakan
            Selain tekun sebagai wartawan muda, Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Mulai dari berdirinya Organisasi Budi Utomo tahun 1908, Soewardi aktif dalam seksi propaganda untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran bangsa Indonesia (utamanya Jawa) yang pada saat itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Soewardi muda juga menjadi anggota Insulinde, organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan nasib bangsa Indonesia di Hindia Belanda. Atas pengaruh Ernest Douwes Dekker, lalu mendirikan Indische Partij. Termasuk mengajak Soewardi dalam pendiriannya.

Als ik eens Nederlander was
            Ketika pemerintah Hindia Belanda mempunyai niat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis di tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Kemudian Soewardi menulis “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” atau “ Satu untuk Semua, tetapi semua untuk satu” , tetapi tulisan dari Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal adalah : “Seandainya aku seorang Belanda” (judul asli: “Als ik eens Nederlander was”), yang dimuat di surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker tahun 1913. Isi dari artikel tersebut terbilang sangat “tajam” bagi para petinggi Hindia Belanda. Beberapa petinggi Belanda seakan-akan tidak percaya kalau itu adalah tulisan Soewardi. Karena tulisan itu, Soewardi ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan dibuang di Pulau Bangka. Pada waktu itu Soewardi berusia 24 tahun. Meskipun Soewardi diasingkan, Mitra keduanya Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo (Tiga Serangkai) protes. Dan akhirnya ketiganya juga diasingkan ke Negeri Belanda.
Dalam Pengasingan
            Dalam pengasingannya di Negeri Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeninging (Perhimpunan Hindia). Disana beliau merintis gagasannya dalam memajukan kaum pribumi melalui belajar hingga mendapatkan Europeesche Akte, yaitu sebuah ijazah pendidikan bergengsi. Yang nantinya sebagai batu loncatan dalam mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Dalam studinya, Soewardi terinspirasi dari tokoh-tokoh barat, seperti Froebel dan Montessori, dan pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh itulah yang menjadi dasar dalam mengembangkan sistem pendidikannya.

Taman Siswa
            September 1919, Soewardi kembali ke Indonesia. Pengalaman mengajar di sekolah milik saudaranya inilah dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan konsep mengajar di sekolah yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. Nationaal Onderwijs Institut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Pada saat itu, Soewardi berusia genap 40 tahun. Menurut perhitungan Jawa, lalu mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara dan beliau juga tidak mau mencantumkan gelar kebangsawanan pada nama depannya. Dengan maksud agar beliau dapat lebih dekat dengan rakyat. Sampai sekarang semboyannya masih melekat pada sistem pendidikan di Indonesia, yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

Pengabdiannya Setelah Indonesia Merdeka
            Pada kabinet Repeublik Indonesia yang pertama, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama. Tahun 1957 Ki Hadjar mendapatkan anugerah gelar Dhoktor kehormatan (doktor honoris causa Dr H.C) dari Universitas Gadjah Mada. Untuk menghormati jasa-jasanya dalam bidang pendidikan. Beliau juga mendapat gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Dan tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

Belum ada komentar untuk "Sekilas Tentang Tokoh Pendidikan Indonesia"

Posting Komentar

 
 
Copyright © 2013-Kiamat. Wahyu's Blogs - All Rights Reserved
Design by Wahyu Adhy | Powered By Blogger.com