Senin, 11 Februari 2013

RINGGIT BEBER (WAYANG BEBER) PACITAN


Di Dusun Karang Talun, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Kedompol dan ikut masuk Kawedanan Punung. Ada seseorang yang bernama Gondo Lesono, kehdupannya sebagai dalang Ringgit Beber. Orang itu mempunyai Wayang Beber jumlahnya ada 6 lembar, lakonnya (cerita wayang beber tersebut), ialah Panji. Wujudnya wayang (ringgit) tersebut dibuat dari kertas jawa tebal dan halus, warnanya bagus sekali dilihat dari cat maupun bentuknya. Wayang Beber tersebut warisan dari leluhurnya atau turunan Gondo Lesono. Dan Gondo Lesono adalah turunan yang kedelapan. Adapun cerita Ringgit Beber atau Wayang Beber sebagai berikut :
            Ada seorang bernama Nolodremo. Pada waktu masih mudanya orang itu mengabdi dengan Tumenggung Butoijo yang ada di tanah Sembuyan. Pada suatu hari, Nolodremo ikut Kyai Tumenggung Butoijo, ada yang sakit dan sakitnya cukup lama, selalu diusahakan atau diupayakan dukun, pandito, wasi, namundemikian juga belum dapat sembuh, sang prabu sangat prihatin sekali mengenai sakit anaknya yang sudah cukup lama. Pada suatu hari Sang Prabu Browijoyo istirahat di Pendopo. Kyai Tumenggung Butoijo menghadap dan Nolodremo selalu mengikuti Tumenggung Butoijo, kebetulan Sang Prabu menyapa atau bertanya kepada Nolodremo, demikian kata-katanya : Hai Nolodremo, saya ini sedang kesusahan karena ada anak saya yang sakit belum sembuh. Sudah banyak dukun-dukun dan pandito-pandito yang  saya minta untuk menyembuhkan anak saya, tapi juga belum sembuh. Sudah banyak mantra, jamu yang dimasukkan namun juga belum sembuh. Maka coba tolong Nolodremo, anak saya itu diusadani atau disembuhkan supaya penyakitnya hilang dan akhirnya sembuh. Siapa tahu kalau kamu mungkin bisa. Walaupun Nolodremo sebenarnya bukan seorang dukun dan belum pernah menyembuhkan orang-orang sakit, tetapi karena permintaan sang prabu, Nolodremo menjawab sanggup. Ternyata putera Sang Prabu sembuh dari sakitnya itu, lantaran diusadani atau didukuni oleh Nolodremo atau didukuni oleh Nolodremo. Sang Prabu sangat senang sekali dengan Nolodremo, karena anaknya yang sakit cukup lama sekarang dapat sembuh. Akhirnya Nolodremo dianggap seperti abdi kedaton yang lebih dikasihi sendiri. Pada saat Kyai Tumenggung Butoijo pulang ke rumahnya, Nolodremo diminta oleh Sang Prabu Browijoyo tidak boleh pulang dan sementara disuruh tinggal di Kedaton. Selanjutnya di kedaton, Nolodremo di didik oleh Sang Prabu menjadi dalang menjalankan Ringgit Beber (Wayang Beber) dan Sang Prabu mencegah Nolodremo tidak boleh pulang apabila dia belum dapat mengerjakan sebagai dalang.
           Pada suatu saat Nolodremo sudah pandai mengerjakan cara-cara melakukan wayang beber atau disebut dalang, baru dia dapat pulang ke rumahnya. Selanjutnya Nolodremo diberi hadiah berupa wayang beber oleh Sang Prabu. Dan dikatakan oleh Sang Prabu tidak diberi emas, dan Rojobrono, karena Rojobrono maupun Emas mudah habis dan tidak aman jika dibawa dalam perjalanan. Tetapi diberi hadiah wayang beber dapat menghasilkan setiap saat dan juga dapat menyenangkan banyak orang. Hadiah tersebut merupakan rasa terima kasih Sang Prabu Browijoyo karena puteranya yang sakit dapat disembuhkan oleh Nolodremo. Dikatakan juga oleh Sang Prabu bahwa Nolodremo supaya mendidik dalang kepada anak-anaknya agar nantinya dan jangka panjangnya wayang beber tersebut masih tetap lestari, dan wasiat Sang Prabu melakukan wayang beber ini supaya benar-benar diajarkan sampai anak cucunya Nolodremo. Akhirnya selesai berbincang-bincang, Nolodremo terus pamit pulang. Dalam perjalanan Nolodremo kekurangan bekal, kemudian mbarang (ngamen) di Pedusunan melaksanakan pentas wayang beber dan mendapatkan imbalan uang (upah). Begitu seterusnya sampai datang di rumahnya, dia selalu diundang ke daerah-daerah lain acara khitanan, dan lain-lain. Sehingga dia dapat keuntungan yang banyak sekali. Setelah Nolodremo meninggal dunia terus diwariskan kepada anak laki-lakinya yang sulung demikian seterusnya secara turun temurun sehingga sampai sekarang. Adapun turunan Nolodremo yang mendapat warisan Ringgit Beber seperti tersebut di bawah ini :
1.      Nolodremo turunan ke-1
2.      Nolo turunan ke-2
3.      Samolo turunan ke-3
4.      Nolongso turunan ke-4
5.      Trunodongso turunan ke-5
6.      Gondolesono turunan ke-6
7.      Setrolesono turunan ke-7
8.      Gondolesono turunan ke-8
Gondolesono turunan ke-8 saat ini berumur kurang lebih 65 tahun. Dan cucunya sudah banyak. Kotaknya wayang beber itu lebarnya hanya satu kaki, panjangnya empat kaki, tingginya satu setengah kaki. Gawang untuk panggungpada saat digelar dibuat dari kayu, panjangnya kurang lebih satu setengah meter, tingginya setengah kaki. Dan bentuknya seperti panggung wayang Krucil. Iringan gamelan (tabuhannya) rebab, kethuk, kenong, kempul, serta kendang. Gendingnya hanya ayak-ayakan. Pada saat perang tabuhannya diperkeras, tetapi kalau sedang cerita tabuhannya hanya lamban saja. Pagelaran wayang beber waktunya hanya setengah hari saja. Misalnya mulai jam 8 pagi-jam 12 siang sudah selesai.
            Dari ceritanya Gondolesono. Ringgit, kotak, cempala, serta semua tetabuhan, semua pemberian dari Keraton Majapahit. Mulai menerima semua tersebut di atas dari Prabu Browijoyo sampai sekarang tidak ada yang diubah-ubah. Walaupun ada yang rusak, tapi masih merasa takut untuk memperbaikinya sebab khawatir kalau ada siku balaknya. Adapun keadaan tabuhan, apabila dibanding dengan dengan tetabuhan jaman sekarang memang sangat jelek, atau memang iramanya kurang baik dan tidak sesuai dengan sekarang. Gondolesono pernah apabila ada wayang yang rusak akan diperbaiki, meskipun tidak terlalu sulit, Gondolesono tetap yidak berani. Sebab Gondolesono mempunyai keyakinan bahwa semua wayang atau 1 unit tabuhan itu masih merupakan barang yang dianggap keramat, maka tetap takut dengan siku bilahinya.

Belum ada komentar untuk "RINGGIT BEBER (WAYANG BEBER) PACITAN"

Posting Komentar

 
 
Copyright © 2013-Kiamat. Wahyu's Blogs - All Rights Reserved
Design by Wahyu Adhy | Powered By Blogger.com